ARTIKEL oleh
Faturrahman
Hukum dalam Kacamata
Sosiologi
Bicara tentang hukum
layaknya kita membahas masalah tata cara memasak nasi (secara manual). Kompor,
panci, sendok nasi, air serta beras merupakan peralatan wajib yang harus kita
punyai. Pengalaman diri sendiri ataupun pengalaman orang lain ialah sebagai
aturan baku untuk memasak nasi. Dan apabila segala atribut dan kemampuan telah
memadai maka akan sangat memungkinkan kita untuk menghasilkan tanakan nasi
jempolan.
Kita perlu atribut guna
mencapai sebuah cita-cita. Sekolah yang layak, rumah sakit yang menjamin, serta
lapangan pekerjaan yang memadai ialah sebuah atribut awal untuk menuai
cita-cita Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 yaitu mensejahterakan
masyarakat. Kemudian teladan yang baik dan benar dari aparat pemerintahan ialah
merupakan pengalaman, kita masyarakat Indonesia perlu manusia yang
memberi contoh dan penggugah inspirasi. Bahwasanya “manusia yang mengajak itu
pasaran tapi dia yang memberi contoh itu langka”. Bagaimana kita mau baik jika
aparatnya buruk. Bagaimana nasi mau matang jika katanya memasak Cuma 15
menit. Yang jelas, ini membahas pengalaman dari seorang teladan, bukan
sekedar percobaan sia-sia dan ujar-ujaran sembarang.
“Aparat pemerintah juga
manusia!” inilah bentuk kata-kata perlawanan dari aparatur sendiri. Jika aparat
mengemukakan hal seperti itu maka jangan salahkan masyarakatnya yang tak
tertib. Bukan tanpa alasan, masyarakat hanya mencontoh, membandingkan lalu
menerapkan. Sehingga munculah statement dari masyarakat yang biasa terhendus di
telinga kita “aparatnya saja seperti itu** bagaimana rakyatnya mau seperti
ini**”.
Kita kembali ke nasi,
nasi enak ialah cita-cita semua pe-masak. Rakyat sejahtera ialah cita-cita
setiap negara. Atribut seperti panci, kompor, beras dan sebagainya harus
dimiliki setiap pe-masak, jika salah
satu saja tak ada maka akan terjadi ke-tidaksesuaian. Pendidikan mudah, rumah
sakit mudah namun lapangan pekerjaan menipis, maka tak menutup kemungkinan
terjadi kriminalitas. Pengalaman diri sendiri sebelumnya serta pengalaman dari
orang ahli ialah sebagainya pengajaran dihari kemudian, kekhilafan yang
menjadi alasan seumpama tak kembali terulang dan menerima masukan dari seorang
pahlawan hukum di era lalu dijadikan pengajaran, maka kita akan mendapati sosok
penanak nasi jempolan di seluruh penjuru aspek, bidang ataupun daerah.
Lantas, terserah mau
bagian mana yang lebih dulu kita raih antara atribut memasak dan pengalaman.
Fasilitas yang ‘ditelurkan’ dulu atau biarkan ‘anak ayam’ berkelana mencari
jati dirinya, agar kelak banyak menuai ilmu lalu melanjutkan generasi
selanjutnya.