Perkawinan itu adalah `aqad atau perjanjian yang membolehkan bergaulnya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan lafadz nikah, tazwij atau kawin guna membentuk keluarga bahagia dan kekal atau langgeng menurut yang diatur oleh syari’at. Islam dan hukum yang berlaku. Karena pernikahan menyangkut masalah biologis, psikologis, pendidikan, ekonomi, yuritis, moral, dan agama.
**Tujuan Pernikahan**
Perkawinan dalam Islam bukan saja bertujuan untuk menghalalkan hubungan seks antara seorang pria dengan seorang wanita, tapi perkawinan mempunyai tujuan yang sangat mulia dihadapan Allâh subhânahu wa ta`âlâ. Adapun tujuan perkawinan itu adalah:
Menyalurkan libido seksualitas (lihat firman Allâh QS. al-Baqarah/2: 233).
Penyaluran libido (nafsu seks) keperluan manusia yang harus dipenuhi. Menurut Piere Janet (1859-1947), kemudian dikuatkan oleh Siegmund Freud mengatakan bahwa manusia hidup digerakkan oleh dua keperluan utama yaitu:
a. Keperluan kepada makan dan minum, untuk mempertahankan kesehatan jasmani.
b. Keperluan kepada seks untuk mempertahankan keturunan
Oleh sebab itu haram bagi perempuan jika ia menolak ajakan suaminya berhubungan seks. Sabda Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam, “Bila seorang suami memanggil isterinya untuk memenuhi keperluan seksualnya hendaklah ia penuhi sekalipun ia di atas cerobong yang tinggi”.
- Memperoleh keturunan yang shaleh (QS. al-Syûra/42: 49-50).
- Memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman (QS. al-A’râf/7: 189).
- Mengikuti sunnah Nabi shall Allâhu `alaihi wa sallam.
- Menjalankan perintah Allâh subhânahu wa ta`âlâ (QS. al-Nisâ`/4: 3 dan hadits NabiMuttafaqq ‘alaih).
- Untuk berdakwah (QS. Ali Imrân/3: 104).
- Menjaga diri dari berbuat serong, seperti free sex.
Dari tujuh point di atas dapat dipahami, bahwa menyalurkan nafsu seksual bukanlah satu-satunya tujuan dari sebuah perkawinan, tapi lebih dari itu semua adalah untuk beribadah kepada Allâh subhânahu wa ta`âlâ. Lebih spesifiknya mengembangkan keturunan, mewujudkan suatu kehidupan yang sakinah, tenteram, bahagia lahir-batin dunia yanginsya Allâh juga di akhirat.
**Hikmah Pernikahan**
Hikmah-hikmah Pernikahan ini sudah dijelaskan oleh al-Qur’ân dan Hadits Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam, dengan mengetahui hikmah-hikmah tersebut akan mendorong seseorang untuk berusaha untuk melaksanakannya dengan benar dan penuh rasa sejuk, serta ridha apapun yang akan ia hadapi setelah itu. Hikmah-hikmah pernikahan juga akan menambah keyakinan bagi orang yang akan melaksanakannya, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menumbuh kembangkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri keibuan bagi perempuan. Dengan demikian sikap laki-laki dan perempuan yang punya anak berbeda dengan yang tak punya anak.
- Menumbuhkan aktivitas untuk berusaha dan mencari rizki yang halal (QS. al-Baqarah/2: 233).
- Memperteguh rasa kasih sayang (QS. al-Rûm/30: 21).
- Menjalin rasa persaudaraan antara dua keluarga (suami dan isteri).
- Mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam pada umumnya.
Secara khusus hikmah pernikahan ini diterangkan dalam al-Qur’ân sebagai berikut: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. al-Rûm/30: 21)
Jadi, pernikahan merupakan suatu hal yang mulia, disamping ia menjadi penyempurna subtansi agama juga ibadah, serta pelestarian kehidupan manusia secara berkesinambungan. Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam juga menekankan masalah pernikahan ini dalam banyak hadits beliau, ini tentu menunjukkan suatu yang penting bagi kelayakan hidup kemanusiaan.
Kehidupan tidak akan lestari tanpa adanya ikatan pernikahan yang diridhai Allâh, karena apapun macam agama dan kepercayaan pasti mempunyai sebuah ikatan masalah ini, dan pernikahan memperlukan hal tersebut sebagai manusia. Dengan bangga mengatakan, “Saya adalah anak si Anu, dan Cucu si Anu”, dengan adanya ikatan tersebut, maka akan muncul nilai-nilai dan pandangan yang beragam tentang kehidupan. Hal itu jelas, akan memperindah hidup dan kehidupan kemanusiaan.
Alangkah indahnya hidup ini sekiranya pernikahan itu dijadikan sebagai tujuan mulia bukan tujuan pelepas rasa cinta pada nafsu semata, namun untuk menjadi kebanggaan sebagai manusia. Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam bersabda, “Tanda kenabianku adalah wahyu yang Allâh turunkan, aku harapkan pengikutku di hari kiamat yang terbesar.” (HR. Bukhâriy dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiy Allâhu `anhu). Demikianlah masalah pernikahan ini mendapat tempat yang mulia dalam agama Islam, sebagai agama fitrah.