Resepsi Maret 2016 |
Dalam adat Banjar,
istilah “kawin” dan perkawinan adalah saat kedua mempelai duduk bersanding
setelah akad nikah menurut agama. Para kerabat dan undangan akan memberikan
restu serta ucapan selamat sembari menikmati aneka hidangan/makanan yang di
sediakan oleh pihak mempelai. Orang Banjar
mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan
dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi.
Sehingga nampak terjadinya pembaruan dalam aspek-aspek budaya. Meskipun
demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya
Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan ke
Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya
asal, Hindu dan Budha.
Ada beberapa tahapan
dalam Upacara Perkawinan Adat Banjar yang harus di lalui kedua mempelai sebelum
sampai ke pelaminan (melangsungkan perkawinan), tahapan-tahapan tersebut yaitu
:
1.
Proses Perkawinan Adat Banjar
Berdasarkan adat
istiadat masyarakat Banjar terdapat beberapa tahapan dan prosesi, baik sebelum
maupun sesudah upacara perkawinan, seperti basasuluh, badatang, bapapayuan,
maanjar patalian, baantaran jujuran, bakawinan itu sendiri, sampai bajagaan
pengantin.
Banyaknya tahapan
tersebut menegaskan bahwa perkawinan merupakan hal yang serius, membutuhkan
kesiapan fisik, mental, spiritual, bahkan kemampuan finansial. di harapkan yang
bersangkutan betul-betul menghargai makna perkawinan.
a.
Basasuluh
Istilah ini di ambil
dari kata suluh atau obor yang berfungsi sebagai alat penerang. Dengan demikian
maksud basasuluh supaya di peroleh informasi yang jelas tentang sifat dan
tabiat gadis yang hendak dijadikan menantu. Tak ada yang di tutup-tutupi atau
di sembunyikan mengenai perangai aslinya. Jika sudah mengenal betul
karakternya, diharapkan tiada lagi penyesalan di kemudian hari. Beberapa hal yang ingin
dietahui diantaranya:
- Tentang Agamanya
- Tentang Keturunannya
- Tentang Kemampuan rumah tangganya
- Tentang kecantikan wajahnya.
Untuk melakukan
basasuluh di utuslah satu atau dua orang kerabat tepercaya yang berpengalaman
buat menyelidiki kelakuan si gadis. Di masa lalu basasuluh dilakoni tanpa
memberitahu tuan rumah perihal tujuan sebenarnya, seolah hanya bailang (berkunjung).
Dengan begitu, jika pihak basasuluh memperoleh keterangan atau justru melihat
langsung tingkah laku si gadis yang kurang baik, sehingga urung mengambil
menantu, pihak keluarga yang didatangi pun tidak tersinggung.
Apabila dalam kegiatan
basasuluh itu telah di peroleh keterangan yang lengkap, baik mengenai si gadis
maupun keluarganya, tinggal menentukan langkah selanjutnya yakni mengajukan
lamaran.
b. Batatakunan
Betatakunan adalah
tahapan seperti layaknya besasuluh tetapi sifatnya lebih detail,
"takun" atau bertanya tujuannya untuk memperoleh informasi
mengenai mempelai wanita yang lebih spesifik misalnya "apakah si mempelai
sudah memiliki calon untuk pendamping hidup atau tidak?", atau kesiapan
sang gadis untuk memasuki jenjang pernikahan atau berkeluarga. Betatakunan
biasanya di lakukan oleh pihak laki-laki atau perwakilannya dengan datang
langsung ke pihak (keluarga) calon mempelai perempuan.
c. Badatang
Kalau pihak keluarga
laki-laki sudah mantap dengan pilihan mereka, saatnya lah badatang atau
mengajukan lamaran secara resmi. Kali ini kembali mengutus orang-orang pilihan
sebagai perantara. Biasanya sengaja di pilih kerabat atau tokoh masyarakat yang
dia anggap terpandang, berwibawa dan punya pengaruh kuat. Maksudnya, tiada lain
agar pihak keluarga perempuan sungkan untuk menolak.
Selain itu, syarat yang
tak kalah penting bagi seorang utusan adalah pandai bertutur kata.
Terlebih-lebih dalam acara lamaran itu akan ada semacam negosiasi untuk
mencapai kata sepakat, termasuk untuk upaya membujuk dan meyakinkan keluarga
perempuan buat menerima lamaran.
Sekalipun pada
perinsipnya diterima, tetapi biasanya keluarga perempuan mempertimbangkan
lamaran tersebut, mereka perlu minta masukan dari sanak kerabat lainnya. Jika
sudah terdapat kata mufakat, barulah membahas masalah jujuran atau mahar.
d. Bapapayuan
Sesuai dengan hari yang
di janjikan, keluarga laki-laki kembali datang ke tempat keluarga si perempuan
untuk memperoleh kepastian. Jika memang di setujui, mereka pun langsung membahas
mengenai besarnya mas kawin yang harus di berikan. Upaya mencapai titik temu
dalam penetapan jumlah mas kawin ini di kenal dengan istilah bapapayuan atau
bapatut jujuran.
Mengingat pembahasan
masalah jujuran ini relatif sensitif, maka pada acara bapapayuan ini hanya di
hadiri oleh kerabat dekat. Apabila tercapai kesepakatan jumlah jujuran, di
lanjutkandengan pembicaraan untuk menetukan kapan waktunya maantar patalian
sebagai tanda ikatan pertunangan.
d. Maantar Patalian
Sebagai bukti
keseriausan pihak laki-laki sekaligus tanda pengikat agar so gadis tidak lagi
menerima lamaran lain, maka prosesi berikutnyaadalah maantar patalian. Dengan
demikian resmilah pertunangan tersebut. Biasanya di ikuti oleh para ibu-ibu
dari kedua belah pihak, baik tetangga maupun kenalan,supaya orang-orang tahu
bahwa mereka sudah punya ikatan pertunangan.
Barang-barang yang
diberikan pada waktu maantar patalian, di antaranya seperangkat pakaian seperti
baju, rok, tapih (sarung), serudung, BH, selop, make up, dan lainya untuk
keperluan si gadis yang di lamar. Lazimnya pakaian yang diserahkan itu seraba
taku atau masing-masing berjumlah tiga.
Maantar patalian ini
biasa satu paket, bisa pula terpisah dengan maantar jujuran. Kalau rentan waktu
perkawinan masih lama, biasanya maantar patalian di dahulukan sebagai ‘tanda
jadi’. Sedangkan jika akad nikah mau secepatnya dilaksanakan, maantar patalian
dan jujuran di jadikan satu acara, sehingga lebih efektif.
e. Maantar Jujuran
Sebelum berangkat
bubuhan pengantar jujuran berkumpul di rumah pihak laki-laki. Sebuah talam
berhias berisi mangkok berbentuk ayam jantan (hahayaman) wadah menyimpan uang
jujuran serta mangkok biasa temapat beras, kunyit, dan bunga rampai, segera di
siapkan. Tak ketinggalan pula talam berhias untuk meletakkan bedak beras,
beragam alat kosmetik lainnya, rempah dapur, ditambah dengan sebuah baskom
berisi beras, kelapa, gula merah, tunas pisang berbalut kain kuning, serta ruas
bamban. Termasuk, kompor pakaian tempat penyimpan pengiring. Selanjutnya,
sepuluh orang pria yang bertugas membawa talam-talam tadi pun menuju kediaman
si gadis.
Menurut adat Banjar,
uang jujuran yang baru di serahkan dimasukkan kedalam bakul amban yang sudah di
hias. Bakul tersebut demikoian diisi beras kuning dan bungan rampai, lalu di
aduk pakai wancuh (sendok besar), sehingga uang jujuran,beras kuning dan bunga
rampai tadi jadi satu. Berikutnya, perwakilan dari pihak si gadis mengambil
uang jujuran dan menghitung di depan para undangan yang hadir. Kalau jumlahnya
sesuai kesepakatan semula, maka uang itu di masukkan kembali ke bakul dan di
serahkan kepada orang tua si gadis.
f. Akad Nikah
Masyarakat Banjar
kebanyakannya Muslim, karena itu upacara nikah umumnya di selenggarakan sesuai
dengan ajaran Islam. Dan lazimnya akad nikah di laksanakan di kediaman calon
isteri.
Pada upacara nikah
calon pengantin pria mengenakan jas, sarung, dan peci. Ia duduk di tempat
khusus – biasanya beralaskan kain bahalai (sarung panjang dalam bentuk
lembaran) yang di susun sedemikian rupa menyerupai bentuk bintang. persis di
tengah-tengah hadirin. Sedangkan calon pengantin wanitanya mengenakan kebaya
dan berhias. Saat akad nikah ia tidak duduk di tengah undangan, melainkan di
dalam kamar.
Sebelum akad nikah di
langsungkan, penghulu terlebih dahulu menanyakan kesediaan calon pengantin
wanita lewat orangtuanya. Begitu ijab qobul selesai, dilanjutkan dengan do’a
dan khutbah nikah, serta nasehat perkawinan yang di sampaikan oleh penghulu.
Tidak jarang diisi pula dengan ceramah agama seputar kehidupan berumahtangga. Kali
ini penceramahnya tidak harus penghulu, bisa juga oleh Tuan Guru/Ulama.
Dalam perkembangan
sekarang, usai ijab qobul pengantin wanita dibawa keluar dan duduk bersanding
di depan undangan. Berita acara pernikahan ditandatangani oleh kedua mempelai
dan saksi-saksi. Acar nikah ini di akhiri bersalaman dengan para undangan.
g. Bapingit
Menjelang hari
perkawinan, calon mempelai dituntut kesiaan fisik dan mental. Terutama si
wanitanya, sengaja dibatasi untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Masa
bapingit atau bakurung ini di samping menjunjung adat, juga untuk menghindari
segala kemungkinan yang tak terduga. Demi mengantisipasi hal semacam itu,
diberlakukanlah masa bapingit.
Selama bapingit, calon
mempelai wanita bisa lebih intens merawat diri dengancara bekasai maupun
batimung. Mandi uap khas masyarakat Banjar dengan mengguanakan bahan
tradisional seperti lengkuas, serai, dan daun pandan ini, dimaksudkan untuk
mengeluarkan keringat sebanyak-banyaknya, sehingga pada saat bersanding nanti
tidak lagi berkeringatan. Dengan batimung, badan pun jadi harum.
Selain itu, selama masa
bapingit kesempatan tersebut dapat di manfaatkan oleh tetuha keluarga untuk
menasehati calon mempelai sekitar kehidupan berumah tangga. Dengan begitu,
diharapkan perkawianan nanti berjalan langgeng, sakinah, mawaddah wa rahmah.
h. Badudus
Upacara badudus
dilaksanakan sebagai tanda peralihan dari fase remaja menuju masa dewasa.
Mereka yang akan memasuki jenjang perkawinan otomatis di katagorikan telah
dewasa, dan dinobatkan dengan badudus. Di samping itu,badudus di maksudkan pula
untuk membentengi diri dari berbagai macam gangguan, misalnya agar tidak
kesurupan saat bersanding. Upacara ini dilakukan tiga hari sebelum perkawinan,
kebanyakan dilangsungkan waktu sore. Ketika badudus tidak lupa di sediakan
piduduk, sebagaimana acara batapung tawar.
Upacara mandi-mandi
pengantin ini tetap mengedepankan nilai-nilai agama. Jika calon pengantin belum
di nikahkan, maka mandi badudus dilakukan secara terpisah. Tapi, bila sudah
menikah dibolehkan bersama-sama. Lokasi badudus du samping rumah atau di
halaman. Empat penjuru di tancapi tebu, beratap kain kuning, dan berpagar
mayang.
Calon pengantin di
mandikan oleh beberapa wanita tua secara bergantian dengan mengguyurkan ait
bunga-bungaan yang terdapat dalam tempayang. Usai upacara badudus dilanjutkan
dengan selamatan nasi balamak (ketan) dan pisang emas.
Baca Juga: BERWISATA DALAM ISLAM
i.
g. Batamat (khatam Quran)
Acara batamat atau
khatam Quran umumnya dilakukan pada sore atau pagi hari sebelum mempelai
bersanding di pelaminan. Dalam acara ini mempelai memakai busana haji dan
dipayungi kembang sambil membaca surat Ad-Dhuha sampai Surat An-Naas. Sewaktu
membaca ayat terakhir dari masing-masing surat yang dibaca, akan diiringi para
hadirin dan sanak saudara yang hadir. Acara yang dipimpin oleh seorang guru
ngaji diakhiri dengan pembacaan doa bagi kedua mempelai dan selamatan nasi
lemak yang dihias dengan telur rebus aneka warna.
j.
i. Aruh atau Pesta Perkawinan
Dari keseluruhan
proses, acara perkawinan inilah yang menjadi inti kegiatan terpenting. Pada
waktu bakawinan diharapkan semua anggota keluarga, baik yang dekta maupun yang
jauh, bisa berkumpul. Karena itu, jauh-jauh hari para kerabat sudah diberi tahu
suaya bisa meluangkan waktu untik berhadir di acara perkawinan.
Persiapan aruh bukan
hanya menyangkut masalah pembiayaan yang membutuhkan dana yang tak sedikit,
juga persiapan segala sesuatu agar pesta berjalan lancar.
Beberapa harisebelumnya
diadakan rapat dengan mengundang tetangga dan kerabat untuk menetukan tugas
masing-masing. Ada yang khusu bertugas memasak, menyiapkan makan, melayi tamu,
mencuci piring, dan lainnya. Semua bergontong rotong demi kelancaran aruh.
k.
j. Menghias Pengantin
Saat bersanding di pelaminan
merupakan momen istemewa bagi sepasang pengantin. Wajar bila mereka ingin
terlihat menawan. Terlebih-lebih bagi mempelai wanita, sedapat mungkintampil
cantim dan anggun. Untuk itu, diperlukan tukang hias yang piawai membuat wajah
pengantn tampak berseri dan menarik hati.
Dalam budaya Banjar si
perias pengantin itu zaman dulu biasanya juga memiliki kemampuan spritual.
Artinya, di samping mempunyai kemampuan merias wajah, ia juga menggunakan doa
atau mantera tertentu sehingga aura kecantikan atau ketampanan pengantin kian
memancar. Makanya, pada waktu merias pengantin disediakan pula piduduk yang
terdiri dari beras, kelapa, gula merah, beras ketan kuning, dan uang. Meriasnya
juga di pilih saat matahari naik, sekitar pukul 09.00-10.00 Wita.
l.
k. Maarak Pengantin
Tujuan pelaksanaan
walimah adalah agar prosesi perkawinan diketahui khalayak ramai. Dengan beitu,
orang-orang pun tahu bahwa pasangan tersebut sudah resmi menjadi suami-isteri.
Karena itu, pengantin sengaja di arak sembari di pertontonkan kepada masyarakat
sekitar.
Biasanya sebelum
pengantin di arak, terlebih dahulu harus adanya kurir atau utusan yang
menyampaikan tentang kesiapan pengantin wanita untuk di pertemukan dan di
persandingkan. Jika kedua belah pihak sudah sama-sama siap, barulah maarak pengantin
dilaksanakan.
Upacara maarak
pengantin, khususnya dari kalangan berada, sering pula diiringi dengan kesenian
hadrah maupun kuda gipang. Di tengah keramaian itu kedua mempelai di usung oleh
dua orang laki-laki, dan di galakan sesuai dengan irama tabuhan gamelan.
m.
l. Batatai
Sebelum kedua mempelai duduk di pelaminan, sesaat di tataikan di depan
pintu rumah. Maksudnya, mereka sengaja dipertontonkan di hadapan semua undangan
yang hadir di acara perkawinan tersebut.. setelah itu, keduanya di bawa ke
pelaminan tersebut. Setelah itu, keduanya di bawa kepelaminan buat betatai
(bersanding). Sesuai adat Banjar, pengantin pria duduk di sebelah kanan,
sedangkan wanitanya di sbebelah kiri. Tempat tempat pelamina itu di sebut Geta
Kencana, berhiaskan kain reguci dengan motif sulur-suluran, jambangan, padang
kasalukutan, pohon hayat, ditambah beberapa biji bantal yang juga bertaburan
reguci.
m. Bajagaan Pengantin
Menurut adat kebiasaan,
usai upacara perkawinan maka malam berikutnya diadakan acara bejagaan
(menunggu) pengantin. Supaya acara bajagaan ini meriah, khususnya kalau
keliarga pengantin kebetulan dari kalangan berada, sering diisi dengan acara
hiburan kesenian seperti mamanda, madihin, wayang kulit, bakisah, balamut, atau
baorkesan.
Pada waktu bajagaan
ini, biasanya tuan rumah mengucapkan terimakasih kepada seluruh kerabat dan
masyarakat sekitar yang telah banyak membantu sehingga acar resepsi perkawinan
bisa terselenggara dengan lancar.
Begitulah proses
perkawinan adat Banjar pada masa lalu. Namun pada era gobalisasi saat ini tata
cara perkawinan tersebut sudah banyak di tinggalkan. Hal ini di sebabkan oleh
perkembangan zaman , yang otomatis di anggap tidak sesuai lagi denagn
budaya-budaya leluhur seperti upacara perkawianan tersebut. Dan juga di anggap
bertele-tele. Budaya leluhur yang di ajarkan secara turun-temurun malah dengan
mudahnya kita tinggalkan tanpa adanya upaya melestarikannya.